Akbid Wijaya Husada

Analisis Kesalahan dalam Berbahasa

Analisis Kesalahan Berbahasa

Pendahuluan

Pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar! Ungkapan itu sudah klise sebab kita sudah sering mendengar ataupun membacanya, bahkan membicarakan dan menuliskan ungkapan tersebut. Akibatnya, kita pun dapat bertanya “Apakah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu masih belum dicapai saat ini? Apakah penggunaan bahasa Indonesia saat ini masih belum baik dan benar?”

Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara untuk menjawab pertanyaan tersebut. Melalui analisis kesalahan berbahasa, kita dapat menjelaskan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang memenuhi faktor-faktor komunikasi, adapun bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang memenuhi kaidah-kaidah (tata bahasa) dalam kebahasaan. Bagaimana cara kita menganalisis bahasa yang baik dan benar itu? Hal itulah yang akan dibahas dalam modul ini.

Sekaitan dengan itu, anda dapat mempelajarinya melalui modul ini. Setelah mempelajari, anda diharapkan mengetahui analisis kesalahan berbahasa, kemudian anda dapat mempraktikkannya dalam berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, anda harus mengetahui hal-hal sebagai berikut:

  1. Pengertian Kesalahan Berbahasa.
  2. Kategori Kesalahan Berbahasa.
  3. Sumber Kesalahan Berbahasa.
  4. Tujuan Analisis Kesalahan Berbahasa.
  5. Metodologi Analisis Kesalahan Berbahasa.

Diharapkan agar anda mempelajari hal tersebut melalui sajian dalam modul ini. Dengan mengetahui analisis kesalahan dalam berbahasa, anda dapat mengimplementasikannya ke dalam bahasa Indonesia. Akhirnya pernyataan “Pergunakanlah bahasa yang baik dan benar” menjadi kenyataan.

Kegiatan Belajar 1

KESALAHAN BERBAHASA

1. Pengertian Kesalahan Berbahasa

Pembahasan tentang kesalahan berbahasa merupakan masalah yang tidak sederhana, tetapi bisa juga menjadi tidak ada masalah yang harus dibahas dalam kesalahan berbahasa. Oleh karena itu, anda harus mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian kesalahan berbahasa. Tidak mungkin anda mengerti kesalahan berbahasa apabila anda tidak memiliki pengetahuan atau teori landasan tentang hal tersebut. Tidak mungkin anda memiliki pengetahuan atau teori landasan tentang kesalahan berbahasa apabila anda tidak pernah mempelajari tentang itu. Tidak mungkin anda tidak mempelajari hal itu apabila anda ingin mengetahui dan memiliki teori landasan tentang kesalahan berbahasa.

Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Untuk itu, pengertian kesalahan berbahasa perlu diketahui lebih awal sebelum kita membahas tentang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2) Error, dan (3) Mistake. Bagi Burt dan Kiparsky dalam Syafi’ie (1984) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “goof”, “goofing”, dan “gooficon”. Sedangkan Huda (1981) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “kekhilafan (error)”. Adapun Tarigan (1997) menyebutnya dengan istilah “kesalahan berbahasa”. Baiklah anda perlu mengetahui pengertian istilah-istilah tersebut.

Lapses, Error dan Mistake adalah istilah-istilah dalam wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki domain yang berbeda-beda dalam memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menjelaskan:

  1. Lapses: Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan dengan “slip of the tongue” sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan “slip of the pen”. Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya.
  2. Error: Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain, sehingga itu berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur. Hal tersebut berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah.
  3. Mistake: Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua (B2). Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang tidak benar.

Burt dan Kiparsky tidak membedakan kesalahan berbahasa, tetapi dia menyebut “goof” untuk kesalahan berbahasa, yakni: kalimat-kalimat atau tuturan yang mengandung kesalahan, “gooficon” untuk menyebut jenis kesalahan (sifat kesalahan) dari kegramatikaan atau tata bahasa, sedangkan “goofing” adalah penyebutan terhadap seluruh kesalahan tersebut, goof dan gooficon. Menurut Huda (1981), kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa (anak) yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua disebut kekhilafan (error).

Kekhilafan (error), menurut Nelson Brook dalam Syafi’ie (1984), itu “dosa/kesalahan” yang harus dihindari dan dampaknya harus dibatasi, tetapi kehadiran kekhilafan itu tidak dapat dihindari dalam pembelajaran bahasa kedua. Ditegaskan oleh Dulay, Burt maupun Richard (1979), kekhilafan akan selalu muncul betapa pun usaha pencegahan dilakukan, tidak seorang pun dapat belajar bahasa tanpa melakukan kekhilafan (kesalahan) berbahasa. Menurut temuan kajian dalam bidang psikologi kognitif, setiap anak yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua (B2) selalu membangun bahasa melalui proses kreativitas.

Jadi, kekhilafan adalah hasil atau implikasi dari kreativitas, bukan suatu kesalahan berbahasa.

Kekhilafan adalah suatu hal yang wajar dan selalu dialami oleh anak (siswa) dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua. Hal itu merupakan implikasi logis dari proses pembentukan kreatif siswa (anak). Hendrickson dalam Nurhadi (1990) menyimpulkan bahwa kekhilafan berbahasa bukanlah sesuatu yang semata-mata harus dihindari, melainkan sesuatu yang perlu dipelajari. Dengan mempelajari kekhilafan minimal ada 3 (tiga) informasi yang akan diperoleh guru (pengajar) bahasa, yakni:

  1. kekhilafan berguna untuk umpan balik (feedback), yakni tentang seberapa jauh jarak yang harus ditempuh oleh anak untuk sampai kepada tujuan serta hal apa (materi) yang masih harus dipelajari oleh anak (siswa);
  2. kekhilafan berguna sebagai data/fakta empiris untuk peneliti atau penelitian tentang bagaimana seseorang memperoleh dan mempelajari bahasa;
  3. kekhilafan berguna sebagai masukan (input), bahwa kekhilafan adalah hal yang tidak terhindarkan dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa, dan merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh anak untuk pemerolehan bahasanya (Corder; Richard, 1975).

Kesalahan berbahasa dipandang sebagai bagian dari proses belajar bahasa. Ini berarti bahwa kesalahan berbahasa adalah bagian yang integral dari pemerolehan dan pengajaran bahasa.

Sekarang “Apa yang dimaksud kesalahan berbahasa Indonesia?” Apabila kesalahan berbahasa itu dihubungkan dengan pernyataan atau semboyan “Pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar,” ada 2 (dua) parameter atau tolok ukur kesalahan dalam berbahasa Indonesia.

Pertama, pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia yang baik adalah penggunaan bahasa sesuai dengan faktor-faktor penentu dalam komunikasi. Inilah faktor-faktor penentu dalam komunikasi, antara lain:

  1. siapa yang berbahasa dengan siapa;
  2. untuk tujuan apa;
  3. dalam situasi apa (tempat dan waktu);
  4. dalam konteks apa (partisipan, kebudayaan dan suasana);
  5. dengan jalur mana (lisan atau tulisan);
  6. dengan media apa (tatap muka, telepon, surat, koran, buku, media komunikasi lain: Hp, Internet);
  7. dalam peristiwa apa (bercakap, ceramah, upacara, lamaran pekerjaan, pelaporan, pengungkapan perasaan).

Kedua, pergunakanlah bahasa Indonesia yang benar. Parameter ini mengacu kepada penaatasasan terhadap kaidah-kaidah atau aturan kebahasaan yang ada dalam bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan kedua parameter tersebut, yakni: faktor-faktor penentu berkomunikasi dan kaidah kebahasaan yang ada dalam bahasa Indonesia. Berarti, penggunaan bahasa Indonesia yang berada di luar faktor-faktor penentu komunikasi bukan bahasa Indonesia yang benar dan berada di luar kaidah kebahasaan yang ada dalam bahasa Indonesia bukan bahasa Indonesia yang baik.

Oleh karena itu, kesalahan berbahasa Indonesia adalah penggunaan bahasa Indonesia, secara lisan maupun tertulis, yang berada di luar atau menyimpang dari faktor-faktor komunikasi dan kaidah kebahasaan dalam bahasa Indonesia (Tarigan, 1997).

Menurut Tarigan (1997), ada dua istilah yang saling bersinonim (memiliki makna yang kurang lebih sama), kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran bahasa kedua. Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu. Sementara itu kekeliruan adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu namun tidak dipandang sebagai suatu pelanggaran berbahasa. Kekeliruan terjadi pada anak (siswa) yang sedang belajar bahasa. Kekeliruan berbahasa cenderung diabaikan dalam analisis kesalahan berbahasa karena sifatnya tidak acak, individual, tidak sistematis, dan tidak permanen (bersifat sementara). Jadi, analisis kesalahan berbahasa difokuskan pada kesalahan berbahasa berdasarkan penyimpangan kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu.

Untuk membedakan antara kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake), menurut Tarigan (1997) seperti disajikan dalam tabel berikut.

Perbandingan antara Kesalahan dan Kekeliruan Berbahasa

 

Akbid WH

Berdasarkan uraian tersebut, anda sudah mengetahui pengertian kesalahan berbahasa. Anda juga dapat membatasi perbedaan kesalahan berbahasa dengan kekeliruan berbahasa serta bagaimana bersikap terhadap hal tersebut. Untuk bahasa Indonesia, ada dua parameter yang dapat digunakan untuk menentukan atau mengukur penyimpangan bahasa. Selanjutnya, anda akan mempelajari kategori (jenis) kesalahan dalam berbahasa. Untuk itu, anda dapat melanjutkan pada sajian berikut.

2. Kategori Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam setiap tataran linguistik (kebahasaan). Ada kesalahan yang terjadi dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, wacana dan semantik. Kesalahan berbahasa dapat disebabkan oleh intervensi (tekanan) bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2). Kesalahan berbahasa yang paling umum terjadi akibat penyimpangan kaidah bahasa. Hal itu terjadi oleh perbedaan kaidah (struktur) bahasa pertama (B1) dengan bahasa kedua (B2). Selain itu kesalahan terjadi oleh adanya transfer negatif atau intervensi B1 pada B2. Dalam pengajaran bahasa, kesalahan berbahasa disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya: kurikulum, guru, pendekatan, pemilihan bahan ajar, serta cara pengajaran bahasa yang kurang tepat (Tarigan, 1997).

Burt, Dulay, maupun Krashen (1982) membedakan wilayah (taksinomi) kesalahan berbahasa menjadi kesalahan atau kekhilafan:

  1. taksonomi kategori linguistik;
  2. taksonomi kategori strategi performasi;
  3. taksonomi kategori komparatif;
  4. taksonomi kategori efek komunikasi.

Anda dapat mempelajari taksonomi tersebut dalam sajian berikut.

Taksonomi kesalahan berbahasa itu, menurut Nurhadi (1990), dibedakan sebagai berikut.

Taksonomi kategori linguistik membedakan kesalahan berdasarkan komponen bahasa dan konsisten bahasa. Berdasarkan komponen bahasa, wilayah kesalahan dibedakan menjadi:

  1. kesalahan tataran fonologi;
  2. kesalahan tataran morfologi dan sintaksis;
  3. kesalahan tataran semantik dan kata;
  4. kesalahan tataran wacana.

Berdasarkan konstituen bahasa, kesalahan terjadi pada tataran penggunaan unsur-unsur bahasa ketika dihubungkan dengan unsur bahasa lain dalam satu bahasa. Misalnya frase dan klausa dalam tataran sintaksis atau morfem-morfem gramatikal dalam tataran morfologi.

Berdasarkan taksonomi kategori strategi performasi, kesalahan didasarkan kepada penyimpangan bahasa yang terjadi pada pemerolehan dan pengajaran bahasa kedua (B2). Pendeskripsian kesalahan ini seharusnya dipertimbangkan atau dihubungkan dengan proses kognitif pada saat anak (siswa) memproduksi (merekonstruksi) bahasanya.

Dalam kategori strategi performasi, tataran kesalahan bahasa dapat dibedakan menjadi 4 (empat) kesalahan. Berikut adalah keempat kesalahan kategori strategi performasi:

  1. Penanggalan (omission): penutur bahasa menanggalkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang diperlukan dalam suatu frase atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.
  2. Penambahan (addition): penutur bahasa menambahkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu frase atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.
  3. Kesalahbentukan (misformation): penutur membentuk suatu frase atau kalimat yang tidak sesuai kaidah bahasa itu. Akibatnya konstruksi frase atau kalimat menjadi salah (penyimpangan) kaidah bahasa.
  4. Kesalahurutan (misordering): penutur menyusun atau mengurutkan unsur-unsur bahasa dalam suatu konstruksi frase atau kalimat di luar kaidah bahasa itu. Akibatnya frase atau kalimat itu menyimpang dari kaidah bahasa.

Berdasarkan taksonomi komparatif, kesalahan dibedakan menjadi 4 (empat) tataran kesalahan. Berikut adalah keempat jenis kesalahan berdasarkan taksonomi komparatif.

  1. Kesalahan interlingual: disebut juga kesalahan interferensi, yakni: kesalahan yang bersumber (akibat) dari pengaruh bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2).
  2. Kesalahan intralingual: adalah kesalahan akibat perkembangan. Kesalahan berbahasa bersumber dari penguasaan bahasa kedua (B2) yang belum memadai.
  3. Kesalahan ambigu: adalah kesalahan berbahasa yang merefleksikan kesalahan interlingual dan intralingual. Kesalahan ini diakibatkan kesalahan pada interlingual dan intralingual.
  4. Kesalahan unik: adalah kesalahan bahasa yang tidak dapat dideskripsikan berdasarkan tataran kesalahan interlingual dan intralingual. Kesalahan ini tidak dapat dilacak dari B1 maupun B2. Misalnya: anak kecil yang mulai belajar berbicara dalam suatu bahasa, tidak sedikit tuturan (kata frase atau kalimat) yang tidak dapat dijelaskan dari B1 maupun B2.

Berdasarkan kategori efek komunikasi, kesalahan bahasa dapat dibedakan menjadi kesalahan lokal dan kesalahan global. Berdasarkan jenis penyimpangan bahasa, kesalahan lokal adalah kesalahan konstruksi kalimat yang ditanggalkan (dihilangkan) salah satu unsurnya. Akibatnya proses komunikasi menjadi terganggu. Misalnya: penutur menggunakan kalimat atau tuturan yang janggal atau “nyeleneh” saat berkomunikasi. Adapun kesalahan global adalah tataran kesalahan bahasa yang menyebabkan seluruh tuturan atau isi yang dipesankan dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis, menjadi tidak dapat dipahami. Akibat frase ataupun kalimat yang digunakan oleh penutur berada di luar kaidah bahasa manapun baik B1 maupun B2.

3. Sumber Kesalahan Berbahasa

Sumber kesalahan berbahasa secara tersirat sudah dapat dipahami oleh anda dalam sajian sebelum ini. Penyimpangan bahasa yang dilakukan oleh parapenutur, terutama anak (siswa) dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa. Berdasarkan kategori taksonomi kesalahan atau kekeliruan bahasa, anda sudah dapat memprediksikan sumber-sumber kesalahan bahasa. Dalam konteks ini sumber kesalahan itu adalah “Pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar.” Dari parameter penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar kemudian dihubungkan dengan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, itulah sumber yang utama untuk analisis kesalahan bahasa dalam sajian ini. Penyimpangan bahasa yang diukur berada pada tataran (wilayah) fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan wacana yang dihubungkan dengan faktor-faktor penentu dalam komunikasi. Apabila sumber kesalahan berbahasa itu dideskripsikan secara rinci, anda dapat melakukan analisis kesalahan pada sumber-sumber kesalahan berikut

Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Fonologi

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi bahasa Indonesia antara lain: fonem, diftong, kluster dan pemenggalan kata. Sumber kesalahan itu terdapat pada tataran berikut.

  1. Fonem /a/ diucapkan menjadi /e/.
  2. Fonem /i/ diucapkan menjadi /e/.
  3. Fonem /e/ diucapkan menjadi /é/.
  4. Fonem /é/ diucapkan menjadi /e/.
  5. Fonem /u/ diucapkan menjadi /o/.
  6. Fonem /o/ diucapkan menjadi /u/.
  7. Fonem /c/ diucapkan menjadi /se/.
  8. Fonem /f/ diucapkan menjadi /p/.
  9. Fonem /k/ diucapkan menjadi /?/ bunyi hambat glotal.
  10. Fonem /v/ diucapkan menjadi /p/.
  11. Fonem /z/ diucapkan menjadi /j/.
  12. Fonem /z/ diucapkan menjadi /s/.
  13. Fonem /kh/ diucapkan menjadi /k/.
  14. Fonem /u/ diucapkan/dituliskan menjadi /w/.
  15. Fonem /e/ diucapkan menjadi /i/.
  16. Fonem /ai/ diucapkan menjadi /e/.
  17. Fonem /sy/ diucapkan menjadi /s/.
  18. Kluster /sy/ diucapkan menjadi /s/.
  19. Penghilangan fonem /k/.
  20. Penyimpangan pemenggalan kata.

3.1. Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Morfologi

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi bahasa Indonesia, antara lain:

  1. Salah penentuan bentuk asal.
  2. Fonem yang luluh tidak diluluhkan.
  3. Fonem yang tidak luluh diluluhkan.
  4. Penyingkatan morfem men-, meny-, meng-, dan menge- menjadi n, ny, ng, dan nge-.
  5. Perubahan morfem ber-, per-, dan ter- menjadi be-, pe-, dan te-.
  6. Penulisan morfem yang salah.
  7. Pengulangan yang salah.
  8. Penulisan kata majemuk serangkai.
  9. Pemajemukan berafiksasi.
  10. Pemajemukan dengan afiks dan sufiks.
  11. Perulangan kata majemuk.

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran frase, antara lain:

  1. Frase kata depan tidak tepat.
  2. Salah penyusunan frase.
  3. Penambahan kata “yang” dalam frase benda (nominal) (N + A).
  4. Penambahan kata “dari” atau “tentang” dalam frase nominal (N + N).
  5. Penambahan kata kepunyaan dalam frase nominal.
  6.  Penambahan kata “dari” atau “pada” dalam frase verbal (V + Pr).
  7.  Penambahan kata “untuk” atau “yang” dalam frase nominal (N + V).
  8.  Penambahan kata “untuk” dalam frase nominal (V + yang + A).
  9.  Penambahan kata “yang” dalam frase nominal (N + yang + V pasif).
  10.  Penghilangan preposisi dalam frase verbal (V intransitif + preposisi + N).
  11.  Penghilangan kata “oleh” dalam frase verbal pasif (V pasif + oleh + A).
  12.  Penghilangan kata “yang” dalam frase adjektif (lebih + A + daripada + N/Dem).

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran klausa, antara lain:

  1. Penambahan preposisi di antara kata kerja dan objek dalam klausa aktif.
  2. Penambahan kata kerja bantu “adalah” dalam klausa pasif.
  3. Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa pasif.
  4.  Penghilangan kata “oleh” dalam klausa pasif.
  5.  Penghilangan proposisi dari kata kerja berpreposisi dalam klausa pernyataan.
  6.  Penghilangan kata “yang” dalam klausa nominal.
  7.  Penghilangan kata kerja dalam klausa intransitif.
  8.  Penghilangan kata “untuk” dalam klausa pasif.
  9.  Penggantian kata “daripada” dengan kata “dari” dalam klausa bebas.
  10.  Pemisahan kata kerja dalam klausa medial.
  11.  Penggunaan klausa rancu.

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran sintaksis, antara lain:

  1.  Penggunaan kata perangkai, dari, pada, daripada, kepada, dan untuk.
  2. Pembentukan kalimat tidak baku, antara lain:
    a. Kalimat tidak efektif.
    b. Kalimat tidak normatif.
    c. Kalimat tidak logis.
    d. Kalimat rancu.
    e. Kalimat ambigu.
    f. Kalimat pengaruh struktur bahasa asing.

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran semantik, antara lain:

  1. Akibat gejala hiperkorek.
  2. Akibat gejala pleonasme.
  3.  Akibat bentukan ambiguitas.
  4.  Akibat diksi (pemilihan kata).

Sumber kesalahan berbahasa dalam tataran wacana, antara lain:

  1. Akibat syarat-syarat paragraf tidak dipenuhi.
  2.  Akibat struktur sebuah paragraf.
  3.  Akibat penggabungan paragraf.
  4.  Akibat penggunaan bahasa dalam paragraf.
  5.  Akibat pengorganisasian isi (topik-topik) dalam paragraf.
  6.  Akibat pemilihan topik (isi) paragraf yang tidak tepat.
  7.  Akibat ketidakcermatan dalam perujukan.
  8.  Akibat penggunaan kalimat dalam paragraf yang tidak selesai.

4. Hasil Penelitian tentang Kesalahan Berbahasa

Proses menguasai bahasa kedua dapat dilaksanakan secara bersamaan dengan proses menguasai bahasa pertama, dan dapat juga dilakukan secara berurutan oleh pembelajar. Pada umumnya, para ahli pengajaran bahasa kedua mempercayai bahwa bahasa pertama (B1) atau bahasa yang diperoleh sebelumnya, berpengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar (Ellis, 1986). Dalam proses itu, pembelajar (siswa) tidak mungkin menghindari untuk melakukan kesalahan (kekhilafan) berbahasa. Anda pasti sependapat apabila siswa yang mempelajari bahasa Indonesia dipengaruhi oleh penguasaan bahasa pertamanya (B1). Akibatnya siswa dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa Indonesia mengalami kesulitan dan melakukan kesalahan berbahasa. Hal itu merupakan akibat persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam bahasa Indonesia dengan bahasa pertama (B1) siswa. Kemudian, siswa melakukan transfer bahasa pertama (B1) terhadap bahasa
Indonesia (B2). Akibatnya, siswa melakukan kesalahan (kekhilafan) dalam pembelajaran dan pemerolehan bahasa Indonesia. Hasil penelitian tentang kesalahan berbahasa sudah cukup banyak dilakukan, sehingga itu dapat dijadikan bukti bahwa proses penguasaan bahasa kedua dipengaruhi oleh penguasaan bahasa sebelumnya. Anda dapat mempelajari hasil-hasil penelitian itu, terutama penelitian tentang pemerolehan dan pengajaran
bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Dalam sajian berikut, anda akan mempelajari sejumlah hasil penelitian tentang kesalahan berbahasa yang dilakukan siswa yang sedang proses penguasaan bahasa Indonesia melalui
pemerolehan dan pembelajaran. Nursusilo Mas’ud (1987) melakukan penelitian kekhilafan (kekeliruan
berbahasa) dalam pemerolehan konstruksi kalimat bahasa Indonesia. Penelitian itu dilaksanakan kepada siswa yang berusia delapan tahun dengan kemampuan bahasa pertama (B1) Jawa dan lokasi penelitian itu adalah SD Latihan SPG Negeri malang. Dari penelitian itu diperoleh 4 (empat) wujud kekhilafan berdasarkan taksonomi kategori strategi performasi, yakni: (1) penanggalan (omission), (2) penambahan (addition), (3) kesalahbentukan (misformation), dan (4) kesalahurutan (misordering). Berdasarkan kategori linguistik ditemukan 20
tataran kekhilafan, yakni:

  1. penanggalan; S, P, O, ber-, meN-, di-/ter-, ke- dan kata ganti bilangan;
  2. penambahan; subjek pronomina, penggunaan adverbia rangkap, enklitiknya;
  3.  kesalahbentukan; di!, ke-, penggunaan kata sendiri, enklitiknya;
  4.  kesalahurutan; penggunaan urutan pokok keterangan.

Berdasarkan kategori komparatif, ditemukan 2 (dua) tataran kekhilafan, yakni: (1) kekhilafan interlingual dan (2) kekhilafan intralingual. Berdasarkan kedua kategori kekhilafan, ditemukan bahwa strategi pemerolehan konstruksi kalimat bahasa Indonesia pada siswa berusia delapan tahun yang berbahasa pertama (B1) bahasa Jawa adalah:
a. menanggalkan unsur-unsur linguistik yang diperlukan dalam bahasa Indonesia;
b. menambahkan unsur-unsur linguistik yang tidak diperlukan dalam bahasa Indonesia;
c. menyusun unsur-unsur linguistik di luar kaidah bahasa Indonesia;
d. mengurutkan unsur-unsur linguistik di luar kaidah bahasa Indonesia.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sujai dkk (1986) tentang Pemakaian Bahasa Indonesia di Lingkungan Masyarakat Tionghoa di Jawa Timur, ditemukan 5 (lima) tipe kesalahan atau kekhilafan berbahasa Indonesia. Penelitian itu merupakan sebuah analisis kesalahan bahasa Indonesia ragam tulis siswa kelas VI SD warga negara Indonesia keturunan Cina (Tionghoa) di tiga kota Jawa Timur. Kelima tipe kesalahan itu adalah:

  1. tipe A; kesalahan/kekhilafan generalisasi berlebih dalam penulisan bahasa Indonesia.
  2.  tipe B; kekhilafan pengetahuan (ketidakmampuan) menaati kaidah kebahasaan.
  3.  tipe C; kekhilafan pada penafsiran terhadap kaidah bahasa yang diperoleh.
  4.  tipe D; kekhilafan pada penggunaan kaidah bahasa Indonesia yang benar.
  5.  tipe E; kekhilafan akibat interferensi bahasa pertama (B1) pada bahasa Indonesia.

Dari kelima tataran kekhilafan tersebut, tipe A menempati peringkat pertama untuk tataran morfologi, tipe B menempati peringkat pertama untuk tataran sintaksis, adapun tipe E menempati peringkat paling rendah baik pada kekhilafan tataran morfologis maupun kekhilafan tataran sintaksis. Dari temuan itu disimpulkan bahwa tipe kekhilafan A, B, C dan D merupakan kekhilafan. akibat intralingual (kekhilafan perkembangan) sedangkan tipe E merupakan
kekhilafan akibat interlingual (kekhilafan inferensial). Imam Syafi’ie (1984) melakukan penelitian analisis kesalahan berbahas Indonesia ragam tulis mahasiswa di tiga IKIP di Jawa. Hasil penelitian itu antara lain: kesalahan/kekhilafan berbahasa dianalisis berdasarkan ciri-ciri struktur, ternyata ada 4 (empat) tataran yang menjadi sumbernya, yakni: (1) penghilangan unsur-unsur linguistik, (2) penambahan unsur-unsur linguistik, (3) pemilahan unsur-unsur linguistik, dan (4) penyusunan unsur-unsur linguistik berada di luar kaidah bahasa Indonesia. Selain itu, ditemukan kesalahan global dan kesalahan lokal dalam penyusunan kalimat, pemilihan dan penggunaan kata serta ejaan dan tanda baca. Parawansa (1981) mengadakan penelitian tentang interferensi morfologi pada dwibahasawan anak usia sekolah dasar di daerah Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. Ternyata penelitian itu hasilnya bahwa tidak sepenuhnya persamaan dan perbedaan struktur kedua bahasa (bahasa Indonesia dan bahasa Makasar) menjadi dasar peramalan bagi terjadinya interferensi morfologi pada
penggunaan bahasa Indonesia oleh siswa (anak) berbahasa pertama Makasar. Meskipun demikian, ternyata interferensi itu sebagian besar disebabkan oleh perbedaan struktur morfologi dari kedua bahasa itu, dan terjadi dalam tataran keempat sistem morfologi, yakni: sistem nominal, verbal, adjektiva dan partikel. Hasil lain yang ditemukan dari penelitian itu, menurut Parawansa (1981) tipe interferensi morfologi pada kekhilafan bahasa anak terjadi pada tataran:

  1.  penggunaan unsur morfologi bahasa Makasar di dalam tuturan bahasa Indonesia (importansi).
  2.  penerapan atau penambahan unsur morfologi bahasa Makasar ke dalam unsur morfologi bahasa Makasar ke dalam unsur morfologi bahasa Indonesia (substitusi).
  3.  pengabaian atau penghilangan unsur morfologi bahasa Indonesia yang tidak terdapat modelnya dalam bahasa Makasar.
  4.  penambahan (perluasan atau pengurangan) fungsi morfologi bahasa Indonesia berdasarkan model morfologi bahasa Makasar.

Penelitian yang dilaksanakan oleh Nuryanto (1984) difokuskan kepada sikap guru terhadap interferensi bahasa Jawa pada bahasa Indonesia. Penelitian itu dilaksanakan kepada 8423 guru yang tersebar di 738 buah Sekolah Negeri yang ada di Yogyakarta. Dari hasil penelitian diperoleh 2 (dua) sikap guru terhadap interferensi bahasa pertama (B1 = bahasa Jawa) pada bahasa kedua (bahasa Indonesia), yakni sikap positif dan sikap negatif. Sikap negatif merupakan sikapan mayoritas guru (tidak menyetujui) terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang disisipi dengan unsur-unsur interferensi dari bahasa Jawa (55%). Dihubungkan dengan batas “signifikansi” proposisi sikap positif pada populasi penelitian (8423 guru) bahwa 35% guru yang mempunyai sikap positif terhadap interferensi bahasa Jawa pada penggunaan bahasa Indonesia. Jadi, para guru (55%) tidak menyetujui terhadap interferensi bahasa pertama (B1 = bahasa Jawa) terhadap bahasa kedua (B2 = bahasa Indonesia). Oleh karena itu, kekhilafan (kesalahan) berbahasa terjadi oleh adanya interferensi bahasa pertama terhadap bahasa Indonesia (bahasa kedua).
Anda sudah mempelajari sejumlah hasil penelitian kekhilafan (kesalahan) berbahasa akibat adanya interferensi bahasa pertama (B1) pada bahasa kedua (B2). Dari penelitian itu, diperoleh simpulan bahwa penggunaan bahasa Indonesia oleh anak (siswa) terjadi kesalahan akibat siswa menggunakan pengetahuan dan pengalaman (model) bahasa pertama (B1). Akibatnya kesalahan strategi performasi tidak dapat dihindarkan, terutama pada tataran morfologi bahasa Indonesia ragam tulis. Anda belum memperoleh bukti penelitian untuk ragam bahasa Indonesia lisan dalam sajian ini. Oleh karena itu anda disarankan untuk menemukan dari sumber yang lain.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
×